Tadi pagi, sehabis pulang belanja, saya sempatkan mampir sebentar di kios depan rumah, untuk sekedar nge-chek, barangkali ada majalah atau buku baru.
Ternyata, wow.. majalah al-Arabi bulan ini sudah terbit! Majalah asal
Sesampainya disinipun –Kairo- saya masih bisa membacanya di website, entah kenapa akhir akhir ini kok gak bisa di buka. :(
********
Entah waktu itu saya baca di edisi keberapa -perkiraan bulan akhir tahun 2005- seorang penanya meminta penjelasan tentang perbedaan waktu yang dialami oleh orang yang ada di bumi dan di luar angkasa yang katanya mempunyai selisih perbedaan waktu yang cukup jauh. Si penanya mencontohkan jika seorang ibu hamil di bumi yang biasanya membutuhkan waktu sekitar 9 bulan untuk kemudian melahirkan, lain halnya ketika sang ibu mengandung di luar angkasa, mulai dari hamil sampai melahirkan, seorang ibu bisa memakan waktu 1 bahkan 2tahun.
Dengan penjelasan yang sangat singkat, DR.Yohannes mengiyakan apa yang di katakan penanya tadi, dengan disertai teori yang mendasari fenomena tersebut.
Si prof. mengatakan: Pada teori relativitas dikatakan, jika suatu benda bergerak mendekati atau berjalan sama dengan kecepatan cahaya (300 ribu km/detik), maka benda tersebut akan mengalami pemuluran waktu atau apa yang disebut dilasi waktu. Jadi semakin cepat benda itu bergerak, maka semakin mulur pula waktu yang dialami.
Lewat penjelasan itu , entah bagaimana saya jadi teringat dengan perjalanan nabi ketika Isra’ mi’raj, perjalanan nabi yang sangat monumental dan diabadikan oleh al-Qur'an dalam surahnya Al-Isra'. Yang menurut catatan sejarah, terjadi pada tanggal 27 Rajab tahun ke-11 dari masa kenabian beliau.
Sebagaimana diketahui di Indonesia, setiap tahunnya masyarakat Islam mengadakan perayaan khusus dalam rangka menyambut dan mengenang isra' mi'raj Rasulullah SAW. Didalam perayaan tersebut para muballgh sering membahas perjalanan nabi ini, dan sesering itu pula mereka mengaitkannya dengan kewajiban untuk melaksanakan shalat lima waktu. Mengingat pesan utama yang tersirat didalam perjalanan nabi. Namun, sepengetahuan saya, tidak banyak dari muballigh kita yang menyampaikannya dengan gaya yang sedikit berbeda. Misalnya menafsirkan Isra' Mi'raj melalui pendekatan saintifik.
Dengan mengendarai fasilitas seekor buroq –dikatakan buroq ini memiliki bentuk lebih kecil dari seekor kuda dan lebih besar dari keledai- Nabi Muhammad S.A.W dan Malikat Jibril menempuh rute dari Masjidil Haram di Mekkah ke Masjidil Aqsa di Palestina yang kemudian dilanjutkan menuju Sidratul Muntaha demi melaksanakan perintah Allah. Yang fantastis adalah, perjalanan yang pada masa itu sangatlah jauh, namun hanya ditempuh nabi dalam waktu semalam.
Nah, bagi saya jika dikaitkan dengan fenomena yang dijelaskan oleh pak Yohannes tadi, perjalanan nabi dengan jarak yang jauh ini tidak terlalu berarti bagi mereka. Kenapa? Karena nabi Muhammad melakukannya dengan kecepatan cahaya, ruang dan waktu bukan lagi hambatan bagi beliau, karena nabi mengalami dilasi waktu yang berbeda dengan kita pada biasanya.
Seandainya nabi Muhammad hidup pada zaman mutakhir seperti sekarang, perjalanan beliau dari masjidil haram ke masjidil aqsa saja, kalaupun hanya satu malam, itu hal yang bisa di anggap biasa, namun pada zaman nabi
Kalau Concorde mampu meluncur dengan kecepatan lebih dari 340 km/jam, maka jarak Mekkah-Palestina -sekitar 1500 km- bisa ditempuh dalam waktu 4.5 sampai 5 jam. Jadi tidak aneh bukan kalau itu dikatakan perjalanan satu malam? Tapi bagaimana menjelaskan ini pada jaman onta masa nabi?? Apalagi ketika saya teringat dengan sebuah hadits yang menggambarkan perjalanan beliau –seingat saya, hadits yang diriwayatkan Anas bin malik-, yaitu sejak awal berangkatnya nabi untuk isra’ sampai kembali ke tempat semula, tempat tidur beliau masih hangat.
Perjalanan nabi ini yang sempat mengilhami seorang pujangga terkenal asal Italia Dande untuk menulis the Divine Comedy dan modernis Iqbal dalam mengarang Javid Narneh (buku keabadian) merupakan salah satu fenomena alam yang akan terus menjadi misteri untuk kita petik makna dan hikmahnya. Semoga.